5 Prinsip Pengusaha Sukses Tionghoa / Cina dalam Berbisnis yang Harus Anda Tahu!
Tionghoa,
mungkin menjadi salah satu inspirasi banyak orang sukses di Indonesia. Bagaimana
tidak banyak hal yang dilakukan oleh orang tionghoa yang pada akhirnya
menjadikan mereka sukses lebih cepat dari kebiasaan orang di Indonesia.
Memang bukan hal yang aneh jika orang tionghoa itu sukses, tetapi menjadi menarik jika prosentasi kesuksesan yang dimiliki orang tionghoa lebih besar dari orang / etnis lain di dunia ini. Inilah yang menjadi penting untuk dibahas mengenai bagaimana orang tionghoa seperti mudah sekali untuk bisa sukses dibanyak negara.
Beberapa
prinsip orang Tionghoa dalam berbisnis juga cukup dikenal oleh masyarakat etnis
lainnya. Menurut coach bisnis keturunan Tionghoa sekaligus Co-owner Gratyo
Hendra Hilman, ada 5 prinsip orang Tionghoa dalam berbisnis.
1. Waktu adalah Uang
Hendra mengatakan, waktu adalah uang atau time is money merupakan prinsip utama orang keturunan Tionghoa. Jika memegang teguh prinsip tersebut, maka sudah pasti pebisnis itu bekerja keras demi mengembangkan usahanya.
"Kita
benar-benar nggak mau sia-siakan waktu, nggak mau rugi waktu. Jangan sampai ada
waktu yang disia-siakan. Karena setiap waktu adalah uang, jadi time is money
itu betul-betul time is money. Jadi Papa saya waktu saya kecil, dia bahkan
bekerja sampai hari Minggu. Jadi kerja keras itu benar-benar nggak mau rugi
waktu," kata Hendra dalam live d'Mentor episode Curi Rahasia Sukses Bisnis
Orang Tionghoa, Selasa (16/2/2021).
Hendra mengatakan, prinsip tersebut diturunkan oleh nenek moyang keluarga yang merantau ke Tanah Air.
"Sebenarnya
sama, cuma cara melakukannya. Kenapa bisa seperti itu? Karena sejarahnya kita
perantau. Nenek moyang saya dari China, datang ke Indonesia benar-benar nggak
punya apa-apa. Keluarganya sebagian ada yang di China. Jadi sudah terbiasa
untuk bekerja keras. Dan waktu itu kan mengalami masa penjajahan Jepang,
Romusha. Jadi waktu engkoh saya cerita dulu itu melalui masa penjajahan Jepang
sulit sekali. Jadi kerja kerasnya itu sangat diturunkan," urainya.
2. Bermimpi Besar
Memiliki mimpi yang besar juga merupakan prinsip orang Tionghoa dalam berbisnis. Dengan prinsip tersebut, maka seorang pebisnis punya pandangan bagaimana mau membawa bisnisnya terus bertahan, bahkan berkembang di masa mendatang.
"Kita
harus jadi pengusaha sukses, kita bisa menciptakan sesuatu yang bisa kita
berikan ke orang lain. Jadi kita ciptakan sesuatu. Misalnya tidak ada mie, kita
bikin. Nah ada perbedaan antara pedagang dan pengusaha. Dulu kita nggak tahu
itu, pokoknya kita dagang, kita cuan. Beli di sini Rp 10.000, jual di sana Rp
20.000, untung Rp 10.000. Sudah itu saja, yang penting bisa makan. Semakin lama
semakin besar, dari pedagang akhirnya kita punya pabrik. Nah punya pabrik duit
dari mana? Ya dari uang dagang. Jadi kita punya mimpi besar," papar
Hendra.
3. Berusaha Untuk Tak Pernah Kalah
Prinsip ketiga ialah berusaha tak pernah kalah. Dengan pemikiran tersebut, seorang pebisnis bisa terus terinsipirasi untuk memajukan bisnisnya.
"Kalau
dari sisi positif ya bagus, berarti kita selalu ingin maju, terinspirasi dari
orang-orang," ujarnya.
Namun, prinsip ini jangan dilihat dari sisi negatif. Pasalnya, jika tak mau kalah dan berujung pada hal negatif, pebisnis tersebut hanya akan merasa iri.
"Negatifnya
jadi jealous, iri, atau menjelek-jelekkan, terus kita buat seolah-olah ada
orang lain yang punya usaha terus jadi gimana, ya ada juga, tapi nggak semua.
Karena jealousy itu kan menyebabkan hal yang lebih negatif, ada beberapa yang
seperti itu. Akhirnya ada yang terpecah belah kan karena jealousy," papar
Hendra.
4. Ciptakan Peluang
Prinsip
selanjutnya ialah menciptakan peluang. Ia mengatakan, orang Tionghoa terbiasa
melihat peluang dari suatu kondisi, dan pada akhirnya bisa membangun bisnis
dari peluang tersebut.
"Jangan tunggu peluang datang, tapi justru kita yang harus ciptakan peluang itu. Itu konsep yang harus selalu kita pikirkan. Misalnya waktu saya kecil, saya diajak ke pasar sama Papa saya. Ada keramaian. Saya disuruh lihat itu, ditanya apa yang saya lihat? Orang begitu banyak, berarti pasar besar. Jadi kita lihat situasi itu dari kacamata ada peluang apa yang bisa dilakukan dari situ," imbuh dia.
Hendra menuturkan, peluang itu juga bisa dilihat dari hal-hal kecil di sekitar kita. Misalnya dari percakapan di grup dalam aplikasi pesan singkat, dan sebagainya.
"Orang-orang
di group chat bahas apa, kita lihat dari sisi kita bisa jual apa di situ ya?
Jadi kita nggak tunggu, eh tolong ini kamu pasarkan, kamu jual. Nggak, kita
yang ciptakan itu. Saya rasa ini umum juga ya, zaman sekarang kita harus
ciptakan pasar," ungkap Hendra.
5. Siapa yang Menanam, Dia yang Menuai
Hendra mengatakan, orang Tionghoa selalu diajarkan prinsip give and take, bukan sebaliknya. Ibarat pepatah siapa yang menanam, dia yang menuai. Artinya, seorang pebisnis tak hanya mengambil untuk dari pelanggan, tapi juga harus memberikan sesuatu, misalnya hadiah. Dengan cara itu, orang Tionghoa percaya akan imbal yang lebih besar.
"Ada istilah take and give. Justru seharusnya give and take. Jadi memberi dulu. Kalau kita tidak mau memberi dulu. Uang kecil nggak mau ke luar, uang besar nggak mau masuk. Kita percaya, ada satu prinsip ya hal besar nggak mau datang," papar dia.
Selain itu, cara tersebut juga dapat menjalin hubungan dengan pelanggan, sehingga selalu memilih toko atau usaha pebisnis tersebut jika memerlukan sesuatu.
"Jadi biasanya apa yang kita lakukan untuk menjalin hubungan dengan customer, kita datangi setiap tahun, ya mungkin nggak semua, tapi misalnya customer yang prime kita kasih berupa gift atau paket Imlek, ada beberapa yang kita touch. Atau mungkin kita visit secara reguler, kita kasih gift," urai Hendra.
"Atau
bahkan ada customer yang sudah lama tidak transaksi, contohnya saya jual
komputer, ada 1 customer yang beli sama saya tapi sudah dari 5 tahun lalu. Nah
itu dikasih gift sampai sekarang. Ya mungkin nggak gift saja ya, kita kasih
perhatian. Kalau jual produk kasih sampel, bahkan langsung benar-benar
produknya," sambung dia
Baca Juga:
4 Penyebab Jumlah Wirausaha di Indonesia Rendah